Jumat, 08 Desember 2017

RESIKO & TINGKAT PENGEMBLIAN

RESIKO & TINGKAT PENGEMBLIAN

1. PENDAHULUAN

Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan, yaitu tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk) keputusan keuangan tersebut. Tingkat pengembalian adalah imbalan yang diharapkan diperoleh di masa mendatang, sedangkan risiko diartikan sebagai ketidakpastian dari imbalan yang diharapkan. Risiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rata-rata dari tingkat pengembalian yang diharapkan yang dapat diukur dari standar deviasi dengan menggunakan statistika.
Suatu keputusan keuangan yang lebih berisiko tentu diharapkan memberikan imbalan yang lebih besar, yang dalam keuangan dikenal dengan istilah “High Risk High Return”. Ada trade off antara risk dan return, sehingga dalam pemilihan berbagai alternatif keputusan keuangan yang mempunyai risiko dan tingkat pengembalian yang berbeda-beda, pengambilan keputusan keuangan perlu memperhtungkan risiko relatif keputusannya. Untuk mengukur risiko relatif digunakan koefisien variasi, yang menggambarkan risiko per unit imbalan yang diharapkan yang ditunjukkan oleh besarnya standar deviasi dibagi tingkat pengenbalian yang diharapkan.
Risiko bisnis berkaitan dengan ketidakpastian tingkat pengembalian atas aktiva suatu perusahaan di masa mendatang, yang mengacu pada variabilitas keuntungan yang diharapkan sebelum bunga dan pajak (EBIT). Risiko bisnis merupakan akibat langsung dari keputusan investasi perusahaan, yang tercermin dalam struktur aktivanya. Yang dimaksud dengan risiko bisnis dalam hal ini adalah tingkat risiko aktiva perusahaan jika perusahaan tidak menggunakan hutang.
Risiko bisnis dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
  1. Variabilitas permintaan terhadap produk perusahaan. Semakin stabil penjualan produk perusahaan, dengan asumsi hal-hal lain tetap (ceteris paribus), semakin kecil risiko bisnis.
  2. Variabilitas harga jual. Semakin mudah harga jual berubah, semakin besar juga risiko bisnis yang dihadapi.
  3. Variabilitas biaya input. Semakin tidak menentu biaya input, semakin besar risiko bisnis yang dihadapi.
  4. Kemampuan menyesuaikan harga jual bila ada perubahan biaya input. Semakin besar kemampuan perusahaan menyesuaikan harga jual dengan perubahan biaya, semakin kecil risiko bisnis.
  5. Tingkat penggunaan biaya tetap (leverage operasi). Semakin tinggi tingkat penggunaan biaya tetap, semakin besar risiko bisinis.
Risiko keuangan terjadi karena adanya penggunaan hutang dalam struktur keuangan perusahaan, yang mengakibatkan perusahaan harus menanggung beban tetap secara periodik berupa beban bunga. Hal ini akan mengurangi kepastian besarnya imbalan bagi pemegang saham, karena perusahaan harus membayar bunga sebelum memutuskan pembagian laba bagi pemegang saham. Dengan demikian, risiko keuangan menyebabkan variabilitas laba bersih (net income) lebih besar.
Jika manajemen perusahaan dapat memanfaatkan dana yang berasal dari hutang untuk memperoleh laba operasi yang lebih besar dari beban bunga, maka penggunaan hutang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan akan meningkatkan return bagi pemegang saham. Sebaliknya, jika manajemen tidak dapat memanfaatkan dana secara baik, perusahaan mengalami kerugian.
Pengukuran manfaat penggunaan hutang atau leverage keuangan dapat dilakukan dengan memperbandingkan tingkat pengembalian aktiva atau rentabilitas ekonomi (basic earning power) dengan tingkat bunga hutang. Jika rentabilitas ekonomis lebih besar dari biaya hutang, maka leverage itu menguntungkan; dan tingkat pengembalian atas modal sendiri (rentabilitas modal sendiri atau ROE) juga akan meningkat.

2. PEMBAHASAN

I. HUBUNGAN ANTARA RESIKO & TINGKAT PENGEMBALIAN

Di dalam pasar uang di mana saham dan obligasi di jual, para pemakai uang, seperti perusahaan yang melakukan investasi harus bersaing satu sama lain dalam mencari modal. Untuk memperoleh pembiayaan atas proyek yang akan bermanfaat bagi pemegang saham perusahaan, perusahaan harus menawarkan kepada investor, tingkat pengembalian yang mampu bersaing dengan alternatif investasi lain yang tersedia bagi investor tersebut. Tingkat pengembalian dari alternatif investasi terbaik berikutnya ini dikenal sbg biaya kesempatan dana (opportunity cost of fund).
Dalam menjalankan sebuah bisnis, perusahaan kecil lebih berisiko dalam tingkat pengembalian dari pada perusahaan besar. Mengapa? Karena pengalaman bisnis perusahaan kecil mengandung resiko operasi yang lebih besar , mereka lebih sensitif terhadap kecenderungan bisnis yang menurun dan beberapa beroperasi dalam pasar yang kecil yang dengan cepat muncul dan kemudian dengan cepat lenyap. Selain itu perusahaan kecil mengandalkan pembiayaan melalui utang dibandingkan perusahaan yang besar. Perbedaan ini menciptakan variabilitas yang lebih pada jumlah laba dan arus kas, yang diartikan sebagai risiko yang lebih besar.
Dengan memikirkan forgoing (kehilangan peluang yang lebih baik), kita harus mengharapkan adanya tingkat pengembalian yang berbeda untuk pemilik dari berbagai surat-surat berharga tersebut. Jika pasar menghargai investor atas resiko yang ditanggungnya, maka tingkat pengembalian harus meningkat mengikuti peningkatan resiko.

II. PENGARUH INFLASI PADA TINGKAT PENGEMBALIAN & EFEK FISHER

–          Real Rate of interest (k*) à Tingkat suku bunga nominal dikurangi dengan tingkat inflasi yang diharapkan selama jatuh tempo surat berharga berpenghasilan tetap. Hal ini memperlihatkan pertambahan yang diperkirakan atas daya beli investor.
–          Tingkat suku bunga nominal = k* + IRP +(k* x IRP)
Keterangan:
k*  = Tingkat suku bunga riil
IRP = tingkat inflasi
–          Untuk sekuritas Treasury(Negara), apakah the required rate of return
Required rate of return = Risk-free rate of return
Karena sekuritas negara secara esensial bebas dari risiko default (tidak memenuhi kewajiban), tingkat pengembalian sekuritas negara diterima sebagai “risk-free” rate of return (tingkat pengembalian bebas risiko)

III. STRUKTUR TERM TINGKAT SUKU BUNGA

IV. TINGKAT PENGEMBALIAN YANG DIHARAPKAN ATAS INVESTASI

Secara Berdiri Sendiri atau Portofolio
  • Risiko arus kas aktiva dapat dipertimbangkan atas dasar berdiri sendiri (stand-alone basis) oleh setiap aktiva itu sendiri atau dalam konteks portofolio di mana investasi digabungkan dengan aktiva lain dan risikonya dikurangi melalui diversifikasi
  • Kebanyakan investor yang rasional memiliki portofolio aktiva, dan mereka lebih memperhatikan risiko portofolionya daripada risiko aktiva individual
  • Pengembalian yang diharapkan atas investasi adalah nilai rata-rata dari distribusi probabilitas pengembalian
  • Semakin besar probabilitas bahwa pengembalian aktual akan jauh di bawah pengembalian yang diharapkan, semakin besar risiko yang berdiri sendiri (stand-alone) yang berkaitan dengan aktiva
  • Tingkat pengembalian yang diharapkan atas saham umumnya sama dengan pengembalian yang diperlukan
  • Namun, sesuatu dapat terjadi yang menyebabkan tingkat pengembalian yang diperlukan berubah:
    • Suku bunga bebas risiko dapat berubah karena perubahan inflasi yang diantisipasi
    • Beta saham dapat berubah
    • Penolakan investor terhadap risiko dapat beruba
  • Dengan semakin berkembangnya dunia usaha dan investasi, maka didirikanlah oleh Pemerintah Pasar Modal Indonesia, dalam hal ini khususnya Bursa Efek Jakarta. Pasar modal memberikan pilihan investasi yang semakin banyak bagi perusahaan yang telah go public (emiten) untuk memperoleh dana dalam mengembangkan perusahaannya, maupun investor untuk memperoleh tingkat pengembalian yang lebih besar dari investasi yang ditanamkan sebelumnya (capital gain). Tingkat pengembalian yang diharapkan berkaitan erat dengan risiko yang ditanggungnya, bila tingkat pengembalian yang diperoleh besar, maka risikonya juga besar, dan sebaliknya bila tingkat pengembalian yang diperoleh kecil, maka risikonya juga kecil, tetapi semuanya tergantung dari investor itu sendiri dalam menghadapi risiko.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar